Kali ini akan mereview sebuah jurnal teknologi informasi dan komunikasi kaitannya dengan jual beli melalui internet yang telah dipaparkan oleh saudari Dahlia:
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
TRANSAKSI JUAL BELI MELALUI MEDIA INTERNET (E-COMMERCE)
DAHLIA ,S.H, M.H
Dosen Fakultas Hukum UNISRI
Abstract:
Protection toward consumers in internet (E-commerce) transaction covers
protection toward privacy, accuracy, property, and accessibility in digital
signature. It is stated in clause 4 of UPPK. If a violation happens in the
transaction, one can ask for a way out both in the court or out of court.
Keywords:
consumer’s protection, E-commerce.
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi informasi
membawa perubahan pada proses komunikasi, peranan komunikasi semakin penting
akibat dari tuntutan aktifitas dunia modern yang serba cepat. Salah satu
teknologi yang berhasil menjawab kebutuhan tersebut adalah teknologi internet.
Hingga saat ini belum ada kesepakatan tunggal di antara para pakar mengenai
definisi E-Commerceadalah permasalahan yang kompleks baik dipandang dari
perspektif sains-teknologi, maupun dipandang dari perspektif ekonomi dan hukum.
Menurut Kamlesh K.Bajaj dan Debjani
Nag, mengatakan E-Commerce merupakan suatu bentuk pertukaran informasi bisnis
tanpa menggunakan kertas (Papersless ExchangeOf Business Information) melainkan
dengan menggunakan EDI (Electronic Data Interchange),Electronic Mail (E-mail)
Electronic Buletin Boards (EBB), Electronic Fund Transfer (EFT) dan melalui
teknologi jaringan lainnya (M.Arsyad
Sanusi,2001:14-16).
Sedangkan menurut Kalalota dan
Whinson, E-Commerce lebih ditekankan pada aspek sosio- ekonomi yaitu E-Commerce
adalah sebuah metodelogi bisnis modern yang berupaya memenuhi kebutuhan
organisasi para pedagang dan konsumen untuk mengurangi biaya (cost),
meningkatkan kualitas barang dan jasa serta meningkatkan kecepatan jasa layanan
pemngantaran barang (M.Arsyad
Sanusi,2001:14-16) Ada bebrapa factor yang memperkuat proses perdagangan
yang semula didasarkan pada kertas, sekarang ini beralih kepada media
elektronik yaitu bahwa E-Commerce memiliki kemampuan untuk menjangkau lebih
banyak pelanggaran dan setiap pelanggan dapat mengakses seluruh informasi yang
up to date dan terus menerus, dapat mendorong kreatifitas dari pihak penjual
secara cepat dan tepat dan pendistribusian informasi yang disampaikan
berlangsung secara periodik, menciptakan efisiensi yang tinggi, murah serta
informative dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang cepat,
mudah dan aman (Budi Agus Riswandi, 2003:115-116).
Menurut Anastasia Diana
perkembangan E-Commerce juga disebabkan karena memberikan dampak positif bagi
aktifitas pemasran, diantaranya memudahkan promosi produk dan jasa secara
interaktif dan real-time melalui sarana komunikasi langsung via internet,
menciptakan saluran distribusi baru yang menjangkau lebih banyak pelanggan di
hampir semua belahan dunia, memberikan penghematan signifikan dalam hal biaya
pengiriman informasi, menekan waktu siklus dan tugas-tugas administratif
terutama pemasaran internasional mulai dari pesanan hingga pengiriman produk,
layanan pelanggan yang lebih responsif dan memuaskan, menghemat waktu dan biaya
dalam menangani pesanan karena system pemasaran electronic memungkinkan
pemesanan yang lebih cepat dan akurat (Anastasia Diana, 2001:77-78).
Berikut adalah undang-undang yang
berkaitan dengan perlindungan konsumen :
- Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33.
- Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
- Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
- Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
- Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
- Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
- Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
Kelebihan
yang dimiliki oleh Undang-Undang ini adalah meningkatkan posisi tawar konsumen
yang sebelumnya selalu berada di posisi lemah jika berhadapan dengan pelaku
usaha. Misalnya, dalam salah satu pasalnya yaitu pasal 22 pihak konsumen yang
merasa telah dirugikan boleh menggugat pelaku usaha dan pihak yang dibebankan
untuk membuktikan ada atau tidaknya kesalahan adalah pelaku usaha. Selain itu
Undang-Undang ini mempertegas bagi pihak pelaku usaha agar mereka dapat
menjalankan usahanya secara baik dan memenuhi kepuasan masyarakat sebagai pihak
konsumen sekaligus sumber pendapatan mereka. Mulai banyaknya lembaga-lembaga
pengawas perlindungan konsumen pemerintah maupun independen di daerah-daerah
turut membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif karena setiap pelanggaran
oleh pelaku usaha dapat dilaporkan dan segera ditindaklanjuti.
Kekurangan
dari Undang-Undang ini adalah sosialisasi kepada masyarakat yang tidak berjalan
maksimal sehingga sebagai konsumen masih banyak diantara mereka yang sebenarnya
memiliki hak untuk menggugat namun tidak mereka gunakan karena alasan
ketidaktahuan. Akibat hal ini pelaku usaha merasa tenang-tenang saja meskipun
sebenarnya mereka melakukan pelanggaran. Kelemahan selanjutnya adalah jika
Undang-Undang ini diterapkan secara penuh maka di satu sisi akan menguntungkan
konsumen, namun di sisi lainnya akan banyak pelaku usaha (terutama pengusaha
kecil menengah) yang harus gulung tikar karena terjerat sanksi pelanggaran. Hal
ini juga dikarenakan tidak semua pelaku usaha mengetahui aturan dalam
Undang-Undang ini dan iklim usaha di masyarakat kita saat ini masih belum
kondusif untuk penerapan penuh. Contoh paling mudah dan sering kita temui
adalah proses jual beli dengan tawar menawar (dimana informasi harga tidak
transparan) yang dapat merugikan konsumen.
Salah
satu bentuk lemahnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga
perlindungan konsumen adalah kasus yang menimpa prita. Akibat tidak tahu
bagaimana mengadukan haknya atas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit
Omni, prita terpaksa hanya bisa “curhat” melalui media elektronik yang akhirnya
tersebar luas di masyarakat. Pihak rumah sakit yang mengetahui tindakan tersebut
malah menuntut prita karena dianggap mencemarkan nama baik. Pertarungan yang
tidak seimbang pun terjadi antara prita dengan pihak rumah sakit Omni. Namun
berkat dukungan moril dan materil dari masyarakat yang mendukung prita, kasus
ini pun mendapat perhatian dari pemerintah dan keadilan pun dapat ditegakkan
karena Prita Mulyasari divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri
Tangerang pada 29 Desember 2009 lalu. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa
hukum perlindungan konsumen belum berjalan efektif dan memerlukan banyak
pembenahan ke depannya.
Fadly
Hadiyanto 52411578
Farhan
Zahri 52411701
Syarofi
Azamy 58411266